Divonis 12 Tahun, Ini Kata Mantan Gubernur Alex Noerdin
SumselMedia.Com, Palembang-
Setelah menjalani proses persidangan akhirnya, Mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin divonis bersalah atas kasus dugaan korupsi pembelian gas bumi oleh BUMD Perusahaan Daerah Pertambangan dan Energi (PDPDE) tahun 2010-2019 dan dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya. Hakim pun menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara terhadap Alex Noerdin.
Vonis terhadap Alex Noerdin dibacakan Majelis Hakim diketuai Yoserizal SH MH pada persidangan secara virtual di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (15/6/2022) malam.
“Mengadili terdakwa Alex Noerdin dengan hukuman pidana penjara selama 12 tahun, denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan penjara,” tegas Hakim Yoserizal bacakan amar putusan.
Menurut Hakim, terdakwa terbukti secara meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) berdasarkan pemeriksaan saksi-saksi dan kecukupan alat bukti pada persidangan.
Dijelaskan Hakim, pada kasus dugaan korupsi PDPDE, terjadi penyimpangan yang tidak wajar sehingga kerugian keuangan negara yang menurut perhitungan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI senilai USD30.194.452,79.
Besaran nilai kerugian tersebut berasal dari hasil penerimaan penjualan gas dikurangi biaya operasional selama kurun waktu 2010-2019, seharusnya diterima oleh PDPDE Sumsel senilai USD63.750 dan Rp2,1 miliar yang merupakan setoran modal yang tidak seharusnya dibayarkan oleh PDPDE Sumsel.
Hakim menyebutkan, ditemukan beberapa fakta hukum membuktikan keterlibatan terdakwa, yaitu diantaranya Alex Noerdin selain menjabat sebagai Gubernur Sumsel juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas PDPDE Sumsel.
Terdakwa memberikan persetujuan izin prinsip kerjasama antara PDPDE Sumsel dengan PT DKLN pada 16 Desember 2009 untuk membentuk PT PDPDE Gas, tanpa adanya studi kelayakan dan analisis sebelumnya serta tanpa adanya pertimbangan dari Badan Pengawas Perusahaan Daerah Provinsi Sumsel.
Selanjutnya, terdakwa menyetujui penentuan jumlah saham pada PT PDPDE Gas sebesar 15 persen untuk PDPDE Sumsel dan sebesar 85 persen untuk PT DKLN, tanpa perhitungan dan analisis sebelumnya serta tanpa adanya pertimbangan dari Badan Pengawas BUMD.
Atas perbuatannya, terdakwa terbukti melanggar primer Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsider Pasal 3 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang didakwakan JPU dari Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel.
Sedangkan untuk kasus dana hibah pembangunan Masjid Sriwijaya, Alex Noerdin terbukti melanggar pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP subsider UU Nomor 31/1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian Hakim meminta JPU untuk mengembalikan barang bukti yang disita, berupa beberapa tabungan, giro, deposito bank, dan membuka rekening milik Alex Noerdin dan istrinya.
Pengembalian barang bukti itu karena Hakim tidak menemukan satu pun bukti yang membuktikan terdakwa menerima aliran dana pada setiap kasus yang dilakukannya tersebut dalam persidangan.
Setelah mendengarkan pembacaan amar putusan oleh Hakim secara daring, Alex Noerdin menegaskan akan mengajukan banding.
“Tentu saja saya tidak setuju dengan keputusan ini dan saya menyatakan banding. Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya,” ujar Alex di persidangan secara virtual itu.
Sebelumnya pada sidang tuntutan atas kedua kasus yang menjerat Alex Noerdin, JPU menuntut hukuman pidana 20 tahun penjara, Rabu (25/5/2022).
“Dengan ini menuntut terdakwa Alex Noerdin dengan hukuman pidana 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, jika tidak dibayar diganti enam bulan kurungan,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, terdakwa Alex Noerdin juga dituntut pidana tambahan, membayar uang pengganti kerugian negara.
Untuk uang pengganti diperkara PDPDE Sumsel sebesar USD3,2 juta dan di perkara Masjid Sriwijaya uang pengganti Rp4,8 miliar. Ketentuan, jika satu bulan usai vonis incrah tidak dibayar, maka asetnya akan disita. Jika harta benda terdakwa yang disita tidak menutupi uang pengganti kerugian negara tersebut, maka diganti dengan pidana 10 tahun penjara.