Jelang Pilpres 2024, IKA FISIP Unsri Soroti Pemilih Pemula
SumselMedia.Com, Palembang-
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya (FISIP Unsri) bersama dengan Ikatan Alumni FISIP Unsri mengadakan kegiatan Diskusi Publik Dies Natalis FISIP ke-40 dengan mengusung tema ” Gagasan Intelektual 40 Tahun FISIP UNSRI : Pemilih Muda Sebagai Agent of Power Democracy Menuju Pemilu 2024″ di Gedung Djunaidi Mukti, Kampus Bukit Palembang, Kamis (03/03/2023).
Diskusi publik dilaksanakan untuk mempersiapkan para pemilih muda yang masih pemula menjadi pemilih cerdas dengan kemampuan sebagai Agent of Power Democracy dan menghadirkan narasumber dari alumni FISIP Unsri yaitu Drs. Aris Munandar, M. Si, Djayadi Hanan, Ph.D., serta Dr Yenrizal, M.Si.
Poin penting yang dibahas oleh Djayadi Hanan, salah satu dari pembicara diskusi publik adalah mengenai koalisi pemilihan presiden (pilpres) yang hingga saat ini belum ada yang terbentuk.
Djayadi menilai alasan mengapa koalisi lambat terbentuk karena tidak ada petahana, tidak adanya calon potensial yang dominan, dan jarak ideologis antar partai untuk berkoalisi sangat rendah.
Poin lainnya yang menjadi pembahasan Djayadi adalah pola kompetisi pilpres di Jawa Barat dan Jawa Timur yang nantinya akan menjadi wilayah pertarungan yang penting dalam menentukan hasil pilpres
“Jawa barat dan jawa timur akan menjadi wilayah pertarungan yang penting,” ungkapnya.
Aris Munandar salah satu pembicara membahas mengenai multikulturalisme dan dinamika politik lokal. Dalam poin pembahasannya, Aris menjelaskan mengenai latar belakang masyarakat multikultural terbentuk akibat pengaruh letak, kondisi geografis serta kondisi iklim, dan struktur tanah.
Aris juga menjelaskan jika seorang pemimpin tidak memiliki kemampuan dalam mengelola masyarakat multikultur maka akan berpotensi terjadinya diskriminasi terhadap kelompok minoritas dan dominasi dari kelompok mayoritas.
“Terjadi dengan muslim Uighyur, banyak suku-suku asli di Amerika yang di anak tirikan, dan di Indonesia sendiri masih banyak persoalan mengenai Ahmadiyah yang hak nya (dalam beragama) tidak setara dengan (agama) lain,” terangnya.
Terakhir, Yenrizal kemudian menjelaskan mengenai cerdas dalam media sosial. poin utama yang menjadi pembahasan oleh Yenrizal adalah anak muda cenderung menerima sumber informasi mengenai isu politik dari media sosial.
“Dalam mendapatkan sumber informasi mengenai masalah sosial-politik sekarang dominan menggunakan Media sosial seperti Facebook, twitter, instagram, dan WhatsApp dari situlah sumber informasi yang paling dominan,” urainya.
Yenrizel juga menjelaskan mengenai tindakan yang harus dilakukan dalam menggunakan media sosial yaitu mengetahui resiko dari konten, mengetahui ancaman siber, menghormati hak orang lain, berpikir sebelum mengirim konten ke media sosial, dan memiliki sikap empati.