Ketua Stihpada Palembang Jadi Panelis Event PBB di Austria
SumselMedia.Com, Palembang-
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (Stihpada) Palembang Assoc. Prof. Dr. H. Firman Freaddy Busroh, S.H., M.Hum., C.T.L., C.M.N. menjadi salah satu Panelis dalam event yang digelar oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di United Nations Office Vienna, Austria pada tanggal 16 – 18 Juli 2024.
Adapun tema atau pembahasan pada kegiatan ini sendiri yakni Digital justice 2.0 : How All is Revolutionizing Legal Aid System’ in Developing Countries dan
STIH Sumpah Pemuda Palembang ini merupakan kampus yang salah satunya diundang menjadi pembicara pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations).
“Di mana saya Ketua STIH Sumpah Pemuda menjadi satu-satunya delegasi dari Indonesia yang diundang untuk menjadi Pembicara Pada Forum Perserikatan Bangsa-bangsa (United Nations) dengan tema Artificial Intelligence In Developing Countries,” ujar Assoc. Prof. Dr. H. Firman Freaddy Busroh, S.H., M.Hum., C.T.L., C.M.N, Sabtu (20/7/2024).
Ia menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan undangan yang kedua di mana undangan yang pertama pada Juni 2023 di United Nations Geneva, Switzerland. Rangkaian agenda conference tersebut dimulai dengan acara Persiapan Pra Conference dengan meeting para pembicara dari berbagai negara serta beberapa Pejabat United Nations Office yang berlangsung pada tanggal 16 Juli 2024 waktu setempat.
Para pembicara tersebut terdiri dari berbagai kalangan baik itu Hakim, Advokat, Akademisi, Software Enginering dan juga Pejabat United Nations. Dan para pembicara tersebut di antaranya Andrea A.Jacobs, Crown Councel, Ministry of Legal Affairs of Antigua dan Barbuda, Wendy O,Brien, Crime Prevention and Criminal Justice Officer-Technology and Human Rights, United Nations Office on Drug and Crime, Ana Paula Nishio de Sousa, Chief of Digital Transformation and AI Strategis at the United Nations Industrial Development Organization.
“Conference dibuka dan diselenggarakan pada tanggal 17-18 Juli 2024 selama 2 (dua) hari. Panel diskusi forum terdiri dari beberapa pembicara antara lain Dominik Galkowski (Lawyer at Kubas Kos Galkoski) , Andrii Ryshchenko (Judge at Dnipropetrovosk Regional Administrative Court),” ungkapnya.
Dilanjutkannya, ada juga Claudia Abbas (Professor at University Brasilia), Firman Freaddy Busroh (Dean and Associate Professor at Sumpah Pemuda School of Law), Joseph Katshung Yav (Attorney at Yav and Associate LLP), Pawel Sikora (Lawyer at Warsaw office managing). Dan adapun tema panel diskusi adalah Digital Justice 2.0: How AI is Revolutionizing Legal Aid Systems in Developing Countries.
Di dalam acara conference tersebut Assoc. Prof. Dr. H. Firman Freaddy Busroh, S.H., M.Hum., C.T.L., C.M.N menyampaikan bahwa teknologi ArtificiaI Intelligence memang memudahkan kegiatan manusia khususnya dalam bidang hukum seperti penyimpanan data, analisa kasus, manajemen kasus, translate multi bahasa terkait pelayanan dan juga hal lainnya.
“Tetapi dibalik kemudahan yang ditawarkan oleh AI (Artificial Intelligence) kita juga harus menyikapi dengan cermat dan bijak. Dalam kesempatan tersebut saya sebagai Ketua STIH Sumpah Pemuda ini juga menyampaikan bahwa bagi negara berkembang seperti Indonesia tidak semua hal dapat tergantikan oleh AI,” katanya.
Masih dilanjutkannya, sebagai contoh suatu putusan yang baik pasti akan melibatkan pertimbangan pertimbangan hukum yang baik guna mewujudkan suatu putusan yang berkeadilan, hal tersebut tidak dapat dihasilkan oleh AI. Bahwa Artificial Intelligence hanyalah alat atau tools untuk mempermudah dan mempercepat suatu pekerjaan tetapi ketika menyangkut hal-hal yang berkenaan dengan nilai-nilai keadilan dan juga nilai-nilai kemanusiaan lainnnya maka AI tidak dapat serta merta menggantikan peran manusia.
Di akhir forum tersebut ada beberapa hal yang menjadi fokus perhatian, bahwa di negara maju AI sangat diperlukan bagi percepatan pekerjaan dan data yang akurat, hal tersebut karena didukung SDM yang baik serta ketersediaan teknologi yang sudah sangat maju. Dan namun disisi lain untuk negara berkembang penggunaan AI belum bisa diterapkan ke semua bidang apalagi mengingat 2045 adalah puncak Bonus Demografi Indonesia.
“Kondisi Indonesia yang masih kurang dari segi Infrastruktur, Financial, Regulasi dan Sumber Daya Manusia, sehingga sangat perlu diperhatikan batasan AI tersebut sehingga tidak meniadakan Sumber Daya Manusia yang akan mengalami puncaknya pada tahun 2045 di Indonesia,” ucapnya.
Begitu juga di dalam kesempatan ini juga turut hadir Assooc Prof Dr Hj Fatria Khairo, S.T.P., S.H., M.H sebagai delegasi dari STIHPADA Palembang ini menyampaikan beberapa saran di antaranya kedepan harus ada semacam suatu Perjanjian Antar Bangsa terkait Penggunaan AI. Dan dirinya juga menyampaikan bahwa jangan jadikan AI sebagai senjata elegant bagi negara Maju untuk mengintimidasi negara berkembang.
Hasil conference tersebut melahirkan beberapa rekomendasi yang diharapkan menjadi konvensi United Nations sebagai standar regulasi dalam pemanfaatan teknologi Artificial Intelligence diseluruh dunia
“Di mana Perserikatan Bangsa – Bangsa disingkat sebagai PBB, di mana PBB adalah organisasi Internasional yang didirikan pada 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerja sama internasional. Badan ini merupakan pengganti Liga Bangsa – Bangsa, dan didirikan setelah Perang Dunia II untuk mencegah terjadinya konflik serupa,” imbuhnya. (Anton)