PGRI

............

Ekobis

Dari Hulu ke Akar Mangrove: SKK Migas Menyalakan Transisi Energi Hijau dari Pesisir Sungsang untuk Dunia

(Industri Hulu Migas, Pilar Ketahanan Energi Nasional)

SumselMedia.com, Banyuasin-

Di bawah terik matahari pesisir Sungsang, langkah-langkah kecil meninggalkan jejak di lumpur. Para jurnalis, warga, akademisi, dan insan hulu migas menancapkan bibit-bibit mangrove di tepian sungai Musi. Namun yang mereka tanam bukan sekadar pohon, melainkan energi—energi hijau yang akan menegakkan pilar ketahanan energi Indonesia di masa depan.

Semangat dari tim SKK Migas Sumbagsel bersama KKKS dan para jurnalis dalam perjalanan menggunakan speed boat yang membawa rombongan dari Palembang menuju Desa Wisata Sungsang IV seolah menggambarkan arah baru industri hulu migas: dari mengeksplorasi perut bumi, kini juga menumbuhkan kehidupan dari akar bumi. Hulu migas bukan lagi sekadar simbol energi fosil, tetapi juga sumber inspirasi bagi energi keberlanjutan.

(Suasana menaiki Speed boat)

Dari Hulu Energi ke Hulu Kehidupan

Bagi SKK Migas, menjaga ketahanan energi nasional tidak berhenti pada produksi minyak dan gas. Ia juga mencakup ketahanan lingkungan, sosial, dan ekonomi masyarakat di sekitar wilayah operasi. Karena itu, rehabilitasi ekosistem mangrove di pesisir Sungsang menjadi salah satu langkah strategis yang memperluas makna “energi nasional.”

“Kalau kita bicara energi masa depan, bukan hanya minyak dan gas. Mangrove ini menyimpan energi dalam bentuk blue carbon. Inilah wajah baru energi keberlanjutan,” ujar Safei Syafri, Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Sumbagsel dalam kegiatan penanaman mangrove di Desa Sungsang, Kabupaten Banyuasin, Selasa (19/8/2025).

Sejak 2024, SKK Migas bersama KKKS telah menanam lebih dari 31.000 bibit mangrove di kawasan Sungsang. Tahun 2025, program itu berlanjut dengan skema kolaborasi masyarakat, akademisi, dan jurnalis. “Langkah kecil ini bisa menjadikan mangrove bukan hanya benteng pesisir, tapi juga paru-paru dunia,” tambah Safei.

Ketahanan Energi yang Berakar di Pesisir
Bagi Samsul (50), nelayan Sungsang, ketahanan energi bukan konsep global, tapi kenyataan lokal. “Dulu ombak besar sempat menghantam rumah-rumah warga. Kalau tidak ada mangrove, mungkin kampung ini sudah hilang sebagian. Kini, setelah barisan mangrove kembali tumbuh, laut menjadi lebih tenang dan hasil tangkapan meningkat. “Mangrove ini seperti pagar hidup. Kami merasa aman,” ujarnya tersenyum.

Kepala Desa Sungsang IV, Romi Adi Candra, menyebut bahwa keberadaan mangrove kini juga menopang ekonomi warga. “Dari mangrove, nelayan bisa hidup, anak muda bisa kembangkan wisata. Ekosistemnya jadi energi baru bagi desa,” katanya.

(Semangat menanam mangrove di Desa Sungsang)

Blue Carbon: Energi dari Alam

Menurut Assoc. Prof. Dr. Ian Kurniawan, ST., M.Eng., IPM., ASEAN Eng, ACPE, pengamat lingkungan dari Universitas Sriwijaya, mangrove di Sungsang memiliki potensi besar dalam penyerapan karbon. “Satu hektare mangrove bisa menyerap karbon empat kali lebih banyak dibanding hutan tropis daratan. Jadi, ketika industri migas ikut menanam mangrove, mereka sesungguhnya memperkuat ketahanan energi global melalui pengurangan emisi,” jelasnya.

Sementara Tengku Zia Ulqodry, Ph.D, Kepala Laboratorium Bioekologi Kelautan Unsri, menegaskan bahwa mangrove adalah The Coastal Guardian. “Mangrove bukan hanya menahan abrasi, tapi juga menjadi solusi hemat biaya untuk mitigasi perubahan iklim dan intrusi air laut. Ia mengikat karbon, menstabilkan iklim, dan menjadi sumber ekonomi baru. Itulah energi sejati,” katanya.

Dari Industri ke Ekosistem

SKK Migas dan KKKS, seperti Medco E&P Indonesia, melihat bahwa menjaga ekosistem sama pentingnya dengan menjaga pasokan energi nasional.
“Transisi energi bukan hanya soal panel surya atau hidrogen, tapi juga membangun kesadaran lokal. Penanaman mangrove ini bagian dari energi hijau, bagian dari ekosistem energi baru terbarukan berbasis alam,” ujar Hirmawan Eko Prabowo, Manager Field Relations & Community Enhancement South Sumatra Medco E&P Indonesia.

Menurutnya, peran industri hulu migas kini telah melampaui eksploitasi sumber daya. “Kami ingin energi yang kami hasilkan tetap memberi kehidupan, bahkan setelah minyaknya habis. Karena ketahanan energi sejati adalah keseimbangan antara alam, manusia, dan industri,” katanya.

(Suasana senja di Desa Sungsang dengan segudang harapan)

Data dan Dukungan Kebijakan dari Pemerintah

Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Selatan, Edward Chandra, menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 3,4 juta hektare ekosistem mangrove (KLHK, 2022), dengan Sumatera Selatan menyumbang lebih dari 170 ribu hektare, meski sebagian telah terdegradasi. “Pelestarian mangrove harus menjadi prioritas bersama karena fungsinya vital, dari menahan abrasi hingga menjaga ketahanan ekonomi masyarakat pesisir,” tegasnya.

Program seperti ini, kata Edward, adalah bentuk nyata sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat dalam menjaga keberlanjutan sumber daya alam sekaligus mendukung target nasional Net Zero Emission 2060.

Generasi Pesisir Menyambut Masa Depan Energi

Bagi Ardiansyah (21), mahasiswa asal Sungsang, mangrove bukan sekadar pohon, tapi simbol masa depan.
“Kalau wisata mangrove berkembang, anak muda bisa pulang kampung dan tetap bekerja. Kami ingin Sungsang jadi desa energi hijau,” katanya.

Sementara itu, H. Octaf Riyadi, Ketua Forum Jurnalis Migas Sumsel, menegaskan makna kegiatan ini dari sisi media. “Energi bukan hanya di kilang dan pipa, tapi juga di akar mangrove. Saat jurnalis, warga, dan industri menanam bersama, artinya kita ikut menjaga pilar ketahanan energi bangsa,” ujarnya.

Pilar yang Tumbuh dari Akar

Senja menutup hari di Sungsang. Di antara lumpur dan pasang surut air, ribuan bibit mangrove berdiri tegak. Dari akar sederhana itu, Indonesia sedang menulis ulang kisah ketahanan energinya—bukan hanya dengan mesin dan teknologi, tapi juga dengan alam dan kolaborasi manusia.

Dari hulu ke akar, dari kilang ke pesisir, SKK Migas menegaskan bahwa industri hulu migas bukan hanya penghasil energi, tapi juga penjaga kehidupan.
Energi yang berdaulat hari ini, dan energi hijau yang berkelanjutan untuk dunia esok.

Back to top button