Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP Telusuri Jejak Marga Kiti Kabupaten OKU

SumselMedia.Com, Palembang-
Pusat Kajian Sriwijaya Universitas PGRI Palembang bekerjasama dengan Mapasaba dan mahasiswa peminat sejarah dan budaya melakukan penelurusan jejak marga Kiti Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Sumatera Selatan. Kegiatan penelusuran jejak marga Kiti Kabupaten Ogan Komering Ulu ini merupakan bagian dari penulisan sejarah jejak marga di Sumatera Selatan.
Marga Kiti bersama 13 marga lainnya berada dalam wilayah administrasi onder afdeling Komering Ulu yang meliputi marga: 1) Belitang; 2) Buai Pemuka Bangsa Raja; 3) Buai Pemuka Peliung; 4) Buai Pemaca; 5) Bungamayang; 6) Kiti; 7) Lengkayap; 8) Madang Suku 1; 9) Madang Suku 2; 10) Pakusengkunyit; 11) Semendawai Suku 1; 12) Semendawai Suku 2; 13) Semendawai Suku 3.
Ketua Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP Dr. Muhammad Idris mengatakan kurangnya informasi sejarah dan budaya masyarakat marga Kiti, menjadi dasar kegiatan pengumpulan data lapangan oleh Pusat Kajian Sriwijaya bekerjasama dengan Mapasaba dengan melakukan kegiatan penyelusuran jejak marga Kiti di Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan.

“Kegiatan ini juga melibatkan mahasiswa untuk melakukan penelitian lapangan jejak marga Kiti di Kabupaten Ogan Komering Ulu. Marga Kiti memiliki enam dusun yaitu sebagai berikut: Dusun Tualang; Dusun Gedung Pakuon; Dusun Sukaraja; Dusun Segara Kembang; Dusun Bumi Kawa; Dusun Karang Endah,” ujarnya.
Ia menambahkan kegiatan pengumpulan data lapangan dipimpin oleh Richard Saputra dengan anggota tim: Liza Nadia; Adelia, Ridwan, Julyanti, Jimmy, Arghani, Ebindzar. Melakukan survei sejarah lapangan di desa Segara Kembang yang dahulu merupakan pusat pemerintahan marga Kiti. Dari hasil penelitian lapangan menurut Richard Saputra: Sejarah marga Kiti berawak dari kepuyangan, puyang pertama yang datang adalah Puyang Dunungan, Puyang Sang Ratu Tua, Puyang Sang Ratu Muda, dan Puyang Sinang Raja.
Bersumber cerita rakyat masyarakat disebutkan bahwa ada Puyang datangan yang dikenal dengan Puyang Diabab yang mana kedatangan Puyang ini tidak diketahui darimana asal-usulnya, tetapi ada beberapa masyarakat berpendapat bahwa Puyang Diabab ini berasal dari daerah Jawa. Didalam cerita disebutkan bahwa Puyang Diabab sempat berpesan dan memberi amanat agar masyarakat Segara Kembang membuatkan kuburan berupa peringatan untuknya dan menguburkan seluruh peralatan ibadat berupa pakaian dan sajadah apabila Puyang tersebut hilang tanpa diketahui dimana tempatnya. Kuburan tersebut masih ada sampai sekarang yang terletak di Desa Segara Kembang lama atau Tiu Jami.
Richard Saputra juga menambahkan potensi budaya yang dimiliki kawasan ini seperti makam kuno, rumah dan benda peninggalan yang berumur ratusan tahun, cerita rakyat sungai Kumbang. Potensi ini apabila diangkat dapat menjadi wisata sejarah di Sumatera Selatan ditambah dengan potensi alamnya yang masih asri.

“Beragam benda bersejarah berhasil didokumentasikan seperti stempel, dokumen, pakaian, tongkat, keris, rumah dan lainnya. Hal ini merupakan temuan marga yang paling lengkap,” ujar Richard Saputra.
Liza Nadia dan Juliyanti menambahkan bahwa Desa Segara Kembang sudah berpindah sebanyak 4 (empat) kali dan mengalami perubahan nama. Desa pertama bernama Desa Padang Cermin yang dipimpin oleh Depati Amit. Tidak berapa lama, orang-orang Desa Padang Cermin pindah dan membuat desa dipinggir sungai Lengkayap yang bernama Desa Negeri Cahya, setelah itu berpindah untuk yang ketiga kalinya di Ulu Desa Negeri Cahya yang kemudian diberi nama Desa Tiu Jami atau Desa Segara Kembang lama.
Tetapi, Desa tersebut mengalami perpindahan yang terakhir kalinya karena menurut penduduk setempat di desa lama sering mengalami kebanjiran dan akhirnya diperpindahan yang terakhir ini diberi nama Desa Segara Kembang sampai dengan sekarang. Dari hasil wawancara lapangan Arghany, Ridwan dan Jimmy di lapangan terdapat dua pendapat dari arti nama Desa Segara kembang, pertama menurut sebagian masyarakat adalah Segara yang artinya Segera dan Kembang yang artinya Berkembang. Jadi, jika disatukan menjadi Desa Segera Berkembang tetapi agar lebih mudah dalam penyebutannya akhirnya dikenal dengan nama Desa Segara Kembang. Tetapi, sebagian lagi berpendapat bahwa dinamakan Segara Kembang dikarenakan nama lubuk sungai di desa tersebut adalah Lubuk Segara.

Menurut Dr. Muhamad Idris mengharapkan agar data sejarah yang bagus ini dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran di kelas oleh mahasiswa dan siswa sekolah, dan dengan pola kemitraan ini perlu terus ditingkatkan agar kiprah dan karya pusat kajian secara pasti akan mendunia Universitas PGRI Palembang sebagai lembaga yang konsisten mendukung Universitas PGRI Palembang sebagai pusat kajian sejarah terkemuka.