PGRI

............

Pendidikan

Dosen dan Mahasiswa FKIP UPGRIP Gali Potensi Desa Ulak Aur Setanding Ogan Ilir

SumselMedia.Com, Palembang-

Pusat Kajian Sejarah Universitas PGRI Palembang (UPGRIP) terus berperan dan berkontribusi melakukan kajian dan sekaligus terus berkontribusi kepada masyarakat.

Bahkan, kali ini Tim berperan serta dalam pengembangan sejarah dan kebudayaan Sumsel dengan menyediakan bank data sejarah budaya lokal untuk dimanfaatkan masyarakat luas. Bentuk kegiatan dengan pengumpulan lapangan dan mempublikasikan melalui kegiatan ilmiah dan media sosial.

Pada tahun ini tim telah menurunkan dua tim ke Desa Aur Ulak Setanding Pemulutan Selatan Kabupaten Ogan Ilir untuk meneliti kekuatan budaya menenun songket, serta tim kedua pengumpulan potensi sejarah dan arkeologi di Desa Desa Beringin Lubai Kabupaten Muara Enim.

(Suasana dosen dan mahasiswa FKIP UPGRIP melakukan kajian di Desa Aur Ulak Setanding Pemulutan Selatan Kabupaten Ogan Ilir)

Tim Pusat Kajian Sriwijaya UPGRIP beranggotakan 2 dosen pembimbing dan 7 orang mahasiswa ini diketuai Dr. Muhamad Idris, M.Pd. dengan tim peneliti dosen dan mahasiswa: Kiki Aryaningrum, M.Pd., Juliyanti, M. Jimmy Pratama, Arghani Abdul Faqih, Richard Saputra, Gema Tahta Anugerah, Robi Himawan, Fauzan Aziman.

Ketua tim Dr. Muhamad Idris, M.Pd, mengatakan aasan memiliki survey lapangan di desa Ulak Aur Setanding Pemulutan Selatan Kabupaten Ogan Ilir, karena memiliki kekayaan data dan informasi kearifan lokal.

“Selain itu masih mempertahankan pola budaya tradisional Melayu Sumsel. Beragam budaya berhasil dikumpulkan dalam kegiatan ini seperti: pola kearifan lingkungan dan pola pelestarian tenun songket,” ujarnya.

Juliyanti menyampaikan hasil wawancara dengan Sahadat, S.Pd. salah seorang warga masyarakat desa Ulak Aur Setanding: agroforestry asam adalah bentuk kearifan lokal masyarakat tradisional mensikapi kebutuhan akan konservasi lingkungan, kebutuhan kayu untuk bahan bangunan dan sumber ekonomi keluarga. Agroforestry asam (Mangifera indica) dengan nama lokal: mangga, pao, mempelam, pelem, mampalam yang memiliki usia pohon rata-rata lebih dari 70 tahun.

(Suasana dosen dan mahasiswa FKIP UPGRIP melakukan kajian di Desa Aur Ulak Setanding Pemulutan Selatan Kabupaten Ogan Ilir)

“Tanaman multi fungsi ini ditanam pada lahan khusus di sekitar permukiman warga desa. Keanekaragaman tanaman di agroforestry ini cukup tinggi ditumbuhi beragam tanaman paku, anggrek, gulma, palem, pohon kayu dan belukar,” urainya.

Senada dengan itu disampaikan Richard Saputra kearifan lokal ini dapat mempertahankan kekayaan keanekaragaman hayati tanaman pangan dan tanaman obat-obatan lokal. Mayoritas perempuan di desa Ulak Aur Setanding Pemulutan Selatan masih mempertahankan pekerjaan menenun songket.

Sementara itu Jimmy Pratama dan Arghani Abdul Faqih melaporkan hasil kegiatan tim di lapangan. Narasumber songket yang diwawancarai adalah Sahadat, S.Pd. Pelestari dan pengrajin songket. Menurutnya keterampilan menenun songket diajarkan pada anak perempuan sejak mereka duduk dibangku sekolah dasar. Kemampuan menenun merupakan bekal keterampilan seumur hidup yang dapat menjadi sumber ekonomi keluarga. Beragam motif songket yang sampai saat ini masih ditenun oleh warga masyarakat Desa Ulak Songket sebagai tenunan klasik tradisional Melayu, memiliki ragam motif yang kaya serta memiliki fungsi sesuai ekologi dan budaya sub etnik Melayu Sumatera Selatan.

“Semakin komplek sistem sosial dan politik suatu masyarakat, maka akan semakin beragam motif dan fungsi kain tenun. Pada masa lalu perkembangan kain songket memiliki hubungan erat dengan gila bangsawan Iliran di kawasan Uluan,” pungkasnya.

Back to top button